PENGERTIAN
HUKUM
Hukum adalah suatu sistem yang
dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia
dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk
mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah
peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Tujuan
Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat
universal seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka
tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk
menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya
sendiri.
Dalam
perkembangan fungsi hukum terdiri dari :
a.
Sebagai
alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan
petunjuk untuk kehidupan. Manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang
baik dan mana yang buruk, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala
sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar
hukum itu ditaati anggota masyarakat.
b.
Sebagai
sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
Hukum mempunyai ciri memerintah
dan melarang. Hukum mempunyai sifat memaksa. Hukum mempunyai daya yang mengikat
fisik dan psikologis. Karena hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat,
maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah
dan siapa yang benar.
c.
Sebagai
sarana penggerak pembangunan
Daya mengikat dan memaksa dari
hukum dapat digunakan atau di daya gunakan untuk menggeraakkan pembangunan.
Disini hukum dijadikanalat untuk membawa masyarakat kea rah yang lebih maju.
d.
Sebagai
fungsi kritis
Sumber-sumber
Hukum
Sumber
hukum dapat di lihat dari segi :
- Sumber-sumber
hukum Material
Sumber Hukum Materiil adalah
tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan
faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan
kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan,
kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan
internasional, keadaan geografis, dll.
- Sedang
Sumber Hukum Formal
Merupakan
tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini
berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal
berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian
antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal yaitu :
- Undang-undang
(statute)
- Kebiasaan
(costum)
- Keputusan-keputusan
hakim
- Traktat
(treaty)
- Pendapat
Sarjana hokum (doktrin)
Kaidah
atau Norma
Tujuan Norma adalah untuk menciptakan
kehidupan yang lebih baik aman dan tertib, sehingga dapat tercipta kehidupan
bermasyarakat yang rukun dan saling menghargai. Contoh jenis dan macam norma :
- Norma
Sopan Santun
- Agama
- Hukum
Pengertian
ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran. Istilah
ekonomi berasal dari nahasa Yunani, Oikos berarti rumah tangga,dan Nomos
berarti aturan.
I. subyek
hukum terdiri dari dua jenis :
·
Manusia
Biasa ( Naturlijke Person )
·
Badan
Hukum ( Rechts Person )
II. Badan
hukum dibedakan dalam dua bentuk :
·
Badan
Hukum Publik ( Publik Rechts Person )
·
Badan
Hukum Privat ( Privat Rechts Person )
Obyek hukum menurut pasal 499 KUHP
Perdata,yakni benda.
“segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi
pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu
yang dapat menjadi obyek hak milik”
Jenis
Obyek Hukum :
·
-
Benda yang bersifat kebendaan
·
-
Benda bergerak/tidak tetap – Benda tidak bergerak
·
-
Benda yang bersifat tidak kebendaan
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan
hutang ( hak jamin ) yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
SUBYEK DAN OBJEK
HUKUM
1.
Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk
bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan
kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir
hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak
cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk,
pemboros.
2. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai
tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para
anggotanya.
2. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat
menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang
ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa
benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang
sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari
benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda
yang tidak dapat dihabiskan
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang
dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat
direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan
ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang
melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan
ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Jaminan yang bersifat umum : - Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat
dinilai
dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan
haknya pada pihak lain
2. Jamian yang bersifat khusus: - Gadai
- Hipotik
- Hak Tanggungan
- Fidusia
HUKUM PERDATA
Hukum
Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum
di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
Hukum
perdata Indonesia
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik
dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Ada
beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut
juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika
Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum
Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan
pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa
penjajahan.
Bahkan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia
tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau
dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di
Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata
(disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
*
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga,
yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan
seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan
hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud
dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah,
bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak,
yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak
bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang
disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek
hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang
terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD
berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah
bagian khusus dari KUHPer.
* Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek
hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam
hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Karena
Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya
dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W.
Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk
kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr.
C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki
kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di
negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda
mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia
Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan
kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga
tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua
Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada
31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua
panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia
baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya
diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia
inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda
banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk
kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada
tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah
Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang
baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga
Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata
Indonesia.
Pasal
2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala
Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang
dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi
seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah
hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan
Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah
dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya
mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang
Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
1.1
SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Sejarah membuktikan bahwa Hukum
Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum
Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum
Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan
setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli
dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda. Oleh
karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang
menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan
keseragaman hukum.
Pada tahun 1804batas
prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang
bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code
Napoleon”. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman
Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya
pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya
dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan degan adanya
penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon
menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland”
yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon”
untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland). Setelah
berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada
tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap
berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah
beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa
Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan
tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk
Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland
namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais
dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua
Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia
berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai saat ini kita kenal
denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang
untuk WVK (Wetboek van koophandle).
1.2. PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA
DI INDONESIA
Hukum Perdata ialah hukum
yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Hukum Perdata
dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan
sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum Privat (Hukum Perdata
Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar
perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing yang
bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban
seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap
orang lain dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat
Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang dikenal denagn HAP
(Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala
aperaturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan
pengadilan perdata.
Keadaan Hukum Perdata
Dewasa ini di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata
dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih
beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
- Faktor
Ethnis
disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita
Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada
pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam
tiga Golongan, yaitu:
- Golongan
Eropa dan yang dipersamakan
- Golongan
Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
- Golongan
Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur
hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam
pasal 163 I.S. diatas.
Adapun hukum yang diberlakukan
bagi masing-masing golongan yaitu:
- Bagi
golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum
Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di
negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
2. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli)
dan yang dipersamakan berlaku Hukum
Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat,
dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam
tindakan-tindakan rakyat.
3. Bagi golongan timur asing (bangsa Cina,
India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi
Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri
kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam
tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman politik bagi
pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131
(I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75
RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
- Hukum
Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata
dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di
Kodifikasi).
- Untuk
golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di
negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
- Untuk
golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan
lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi
mereka.
- Orang
Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan
di bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan
menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan
ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai
perbuatan tertentu saja.
- Sebelumnya
hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi
mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka,
yaitu Hukum Adat.
Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
-
Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
-
Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570
berhubungan denag no 717).
Dan ada pula
peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
-
Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
-
Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
-
Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
-
Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
1.3. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika Hukum Perdata
Kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku
Undang-undang berisi:
Buku 1 : Berisi mengenai orang. Di dalamnya
diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku
11 : Berisi tentang hal benda. Dan di
dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku 111 :
Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal
balik antar orang-orang atau pihak-pihak tetentu.
Buku
1V : Berisi tentang pembuktian dak daluarsa.
Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang
timbul dari adanya daluarsa.
Pendapat yang kedua menurut Ilmu
Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
- Hukum
rentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia
sebagai subyek dan hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki
hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan
selanjutnya tentan hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
11. Hukum
Kekeluargaan
Mengatur prihal
hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
-
Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami denagn
istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
111. Hukum
Kekayaan
Mengatur prihal
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak kekayaan
terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya
dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak
tetetu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak
mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat
dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-
Hak seorang pelukis atas karya lukisannya
-
Hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
1V. Hukum
Warisan
Mengatur tentang benda atau
kekayaan seseorang jika ia meningal. Disamping itu hukumwarisan mengatur
akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.